Dalam perbincangan tentang peradaban tua dunia, Asia Tenggara
hampir tidak pernah disebut. Kebanyakan pelajaran sejarah sekolah dan perguruan
tinggi serta wacana umum selalu menyebut wilayah seperti Mesopotamia, Mesir,
Sungai Indus, Tiongkok, dan Yunani sebagai cikal bakal peradaban dunia. Padahal
dalam khasanah penemuan arkeologi Indonesia, banyak ditemukan aneka penemuan
artefak prasejarah.
Ditemukannya kerangka manusia yang berumur jutaan tahun, seperti
jenis Meganthropus paleojavanicus, Pithecantropus Erectus, dan berbagai macam
homo, seperti Homo Soloensis dan Homo Wajakensis, kurang membangun teori asal
usul peradaban. Sejarah selalu mencatat bahwa induk peradaban manusia modern
itu berasal dari Mesopotamia, lembah Sungai Indus, China, Mesir, dan Yunani
karena wilayah ini menyimpan banyak artefak dan peninggalan tertulis.
Namun, kini, tampaknya orang mulai berpikir ulang sejak
kehadiran buku Atlantis karangan Arysio Nunes dos
Santos yang menyebut Atlantis, yang tenggelam dengan peradaban
tingginya, ada di Asia Tenggara. Buku Atlantis kini diperkuat dengan Eden In The East karangan
Profesor Stephen Oppenheimer, seorang mahaguru dari Universitas Oxford Inggris.
Dalam buku Eden In The East, Oppenheimer menyimpulkan bahwa Indonesia merupakan
pusat peradaban dunia.
Artinya nenek moyang bangsa-bangsa di dunia ini atau induk
peradaban modern sekarang ini berasal dari Indonesia dan menyebar ke seluruh
penjuru Bumi. Dalam teorinya, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, dan Kalimantan
dulu menjadi satu kesatuan dengan sebutan Sundaland. Karena mengalami banjir
berkali-kali akibat melelehnya es di Kutub, wilayah ini terpisah oleh lautan.
Dalam sebuah pertemuan di LIPI, Oppenheimer mengatakan teorinya dibangun
berdasarkan kajian kedokteran (DNA), geologi, linguistik, antropologi,
arkeologi, dan folklore. Ilmu-ilmu ini, terutama geologi, mengemukakan alasan
adanya Sundaland yang dulu bersatu. Yang pertama dikemukakan adalah naiknya
permukaan air laut sebanyak tiga kali di wilayah ini antara 14.500 hingga 7.200
tahun (sebelum Masehi), yang menenggelamkan Paparan Sunda (Sundaland).
Benua Atlantis :
Indonesia sekarang :
Teori ini merupakan teori umum yang sering dikemukakan para
geolog. “Agak sulit untuk melihat mengapa ada beberapa penentangan terhadap
konsep ini, yang sebenarnya sudah diterima oleh para geolog dan para sarjana
lainnya sejak lama,” katanya. Dari kajian genetika, Oppenheimer menjelaskan
dari Paparan Sunda yang terpecah ini, menyebar kehidupan menyeberang laut.
Penyebaran bukan hanya dekat di wilayah ini, namun juga ke
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia hingga ke Euroasia. Dalam pandangan
Oppenheimer, orang Sumeria peletak dasar peradaban di Mesopotamia berasal dari
Asia Tenggara. Kesamaan benda-benda Neolitik sekitar 7.500 tahun lalu menjadi
salah satu bukti. Ciri fisik orang Sumeria yang bermuka lebar dan wajah tipikal
orientalis menjadi bukti lainnya.
Teori genetikanya menyebutkan 90 persen penduduk Paparan Sunda
telah ada di sana sejak 5.000 hingga 50.000 tahun lalu, bahkan beberapa di
antaranya sebelum zaman es mencair dan menenggelamkan wilayah ini. “Derajat
keberlanjutan genetik itu membantah pandangan ortodoks bahwa para petani padi
Taiwan berbahasa Austronesia secara esensial menggantikan penduduk terdahulu
dari Paparan Sunda 3.500 tahun yang lalu,” katanya.
Menurut terori sebelumnya, Sundaland belajar pertanian,
peternakan dan mencari ikan dari orang-orang Taiwan yang berbahasa Austronesia
sekitar 3.500 tahun yang lalu. Padahal menurut Oppenheimer, sejak ribuan tahun
sebelumnya mereka telah memiliki nilai-nilai neolitik.
Oppenheimer mengatakan mereka sejak ribuan tahun lalu telah
memiliki keahlian sebagai nelayan. Dari kajian linguistik yang mempelajari
bahasa asli dari Sundaland, yaitu bahasa Austronesia, istilah pelayaran berasal
dari Asia Tenggara, bukan dari Taiwan. Endapan Rawa Menurut Eko Yulianto, ahli
geologi LIPI, apa yang dikemukakan oleh Oppenheimer memiliki bukti yang kuat
dari teori geologi. Pengeborannya yang dilakukan di Laut Jawa pada kedalaman
9,7 meter menemukan adanya endapan rawa.
Diperkirakan umur endapan ini 6.000 tahun yang lalu. Di laut
sebelah selatan Pulau Jawa, ia menemukan adanya fosil serbuk sari yang
merupakan sisa dari tanaman jenis rumput-rumputan (graminae). Ia menduga bisa
jadi serbuk sari ini merupakan berasal dari padi atau tumbuhan sejenis. Lebih
lanjut, ia mengatakan teori Sundaland benar adanya karena dari kedalaman laut
di wilayah terlalu dangkal jika dibandingkan dengan kedalaman laut Sulawesi,
Laut Banda, Laut Aru, dan lainnya.
Kedalaman lautan di bekas wilayah Sundaland ini hanya berkisar
10-30 meter. Di daratan, teori tentang manusia purba dengan peradabannya yang
tinggi bisa ditemukan di Gua Pawon di Bandung. Dari penenyam perkakas dan bahan
bakunya sangat beragam, mulai dari batuan obsidian yang hanya bisa ditemukan di
Nagrek, Garut atau Sukabumi.
Serta gigi ikan hiu yang hanya bisa ditemukan di laut sekitar
Subang. Ini artinya mobilitas penghuni Gua Pawon sudah tinggi dan peradabannya
sudah sangat maju. Dibandingkan dengan teori Atlantis, menurut Eko, Eden In The East lebih ilmiah.
”Dibandingkan dengan yang ditulis Santos dalam Atlantis, apa yang dikemukakan Oppenheimer lebih masuk akal,”
ujarnya. Pasalnya, selama ini Atlantis banyak menautkan teorinya dengan bukti
mitologis, dan beberapa bukti yang kurang ilmiah lainnya.
Apalagi Santos belum pernah datang ke Indonesia dalam membangun
teorinya dan lebih berdasarkan studi pustaka. Hary Harjono, Deputi Ilmu
Pengetahuan Kebumian LIPI, mengatakan teori Oppenheimer, meski mendapat banyak
dukungan, perlu pembuktian lebih lanjut. Dengan berbagai teknologi yang ada
sekarang, bermacam hal yang dikemukakan Oppenheimer dapat dibuktikan.
“Dengan melacak DNA dan teknologi kelautan dan berbagai macam
disiplin teori dalam Eden In The East dan Atlantis, dapat dibuktikan,”
jelasnya. Menurut Jimly Asshiddiqie yang sejak lama sangat menginginkan buku
Eden In The East diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, jika teori yang dibangun
oleh Profesor Oppenheimer benar, hal ini akan membalikkan seluruh asal usul
peradaban. “Sekarang orang Jepang tidak lagi menyebut dirinya saudara tua. Kita
yang saudara tua,” pungkasnya.
Teori Candi Penataran pun menguak fakta bahwa INDONESIA merupakan asal PERADABAN DUNIA
Candi Penataran yang terletak di Desa Penataran Kec. Nglegok
ternyata menyimpan banyak misteri diantaranya bahwa Indonesia merupakan asal
peradaban dunia. Hal ini terungkap dari gambar relief yang ada di setiap sudut
candi. Misteri dibalik Candi Penataran terungkap dari investigasi relief oleh
Yayasan Turangga Seta yang dimulai sejak tahun lalu.
Dalam pahatan relief terkuak sejarah jika nenek moyang kita pernah melakukan infasi hingga Benua Amerika dengan mengalahkan bangsa Indian dan sempat berperang dengan prajurit Bangsa Maya. Mereka kemudian menguasai wilayah tersebut hingga diangkat sebagai penguasa. Tidak hanya itu pada salah satu relief juga digambarkan beberapa bangsa lain seperti Bangsa Han (China), Bangsa Campa, Bangsa Maya, Bangsa Yahudi dan Bangsa Mesir tunduk pada leluhur kita. Demikian seperti diungkapkan Ketua Yayasan Turangga Seta, Agung Bimo Sutejo. Ia menambahkan dalam pahatan lain terungkap jika pada waktu itu terdapat 3 species yang sudah mempunyai peradaban yakni ras manusia kera, ras raksasa dan manusia biasa. Mereka pun hidup saling berdampingan.
Dalam pahatan relief terkuak sejarah jika nenek moyang kita pernah melakukan infasi hingga Benua Amerika dengan mengalahkan bangsa Indian dan sempat berperang dengan prajurit Bangsa Maya. Mereka kemudian menguasai wilayah tersebut hingga diangkat sebagai penguasa. Tidak hanya itu pada salah satu relief juga digambarkan beberapa bangsa lain seperti Bangsa Han (China), Bangsa Campa, Bangsa Maya, Bangsa Yahudi dan Bangsa Mesir tunduk pada leluhur kita. Demikian seperti diungkapkan Ketua Yayasan Turangga Seta, Agung Bimo Sutejo. Ia menambahkan dalam pahatan lain terungkap jika pada waktu itu terdapat 3 species yang sudah mempunyai peradaban yakni ras manusia kera, ras raksasa dan manusia biasa. Mereka pun hidup saling berdampingan.
Gambaran pada relief ini sekaligus membantah teori Darwin yang
menyatakan manusia berasal dari evolusi kera. Dalam tata cara kematian manusia
jaman dulu mereka yang meninggal jasadnya akan diperabukan sehingga fosilnya
tidak akan ditemukan. Sedangkan ras manusia kera dan raksasa dengan cara
dikubur sehingga fosil yang banyak ditemukan arkreolog tersebut adalah fosil
ras manusia kera yang berbeda dengan species kita saat ini dan dimungkinkan ras
manusia kera telah punah.
Contoh
Relief yang ada di Candi Penataran :
Mirip Pasukan Bangsa Maya
Pasukan Nusantara melawan Pasukan Bangsa Maya
Sementara dari penelitian yang dilakukan Yayasan Turangga Seta, juga
terkuak misteri jika keberadaan Candi Penataran di Blitar yang merupakan Candi
terbesar di Jawa Timur itu terkait dengan berdirinya kerajaan besar di Blitar
kala itu yang justru wilayah kekuasaannya lebih besar dari Kerajaan Majapahit.
Namun sayang misteri ini belum akan diungkapkan pada publik.
Source : KasKus
Source : metasains.com
Source : metasains.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar